Sabtu, 14 Maret 2009

Manajemen Waktu: Keterampilan Mengelola Hidup

Manajemen waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas penggunaan waktu. Waktu menjadi salah satu sumber daya untuk kerja yang mesti dikelola secara efektif dan efisien sehingga tercapainya hasil kerja yang optimal. Untuk dapat mengaplikasikan keterampilan managemen waktu, diperlukan beberapa hal yang akan dibahas kemudian.

Seorang muslim dituntut untuk dapat memanfaatkan waktu mereka dengan baik. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt dalam surat Al-Asr yang pada intinya menuntut umat Islam melakukan beberapa hal, yaitu: beriman, beramal shaleh, saling menasihati dalam kebenaran, serta saling menasihati dalam kebenaran. Apabila seorang muslim tidak melakukan hal-hal tersebut, maka mereka termasuk orang-orang yang merugi di hadapan Allah swt. Secara alamiah manusia juga perlu melakukan aktifitas lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sedangkan waktu yang kita miliki terbatas. Hal-hal tersebut tak mungkin dapat dilakukan apabila kita tidak memiliki suatu keterampilan dalam me-manage waktu.

Dalam penerapan manajemen waktu, langkah awal yang harus kita lakukan adalah membuat perencanaan kegiatan. Langkah selanjutnya adalah memberikan prioritas pada rencana kegiatan tersebut dalam arti memutuskan tugas mana yang paling penting. Kegiatan mana yang peling penting, tentu saja berdasarkan dengan tujuan dan cita-cita kita karena pada intinya kita melakukan perencanaan tersebut untuk memuluskan jalan kita dalam mewujudkan apa yang kita inginkan. Kemudian yang paling penting, tentu saja komitmen kita untuk menjalankan perencanaan yang kita buat. Langkah-langkah tersebut akan mudah kita terapkan apabila kita membuat perencanaan kegiatan kita dalam bentuk tertulis sehingga lebih mudah untuk dievaluasi. 

Semoga bermanfaat dan bisa diaplikasikan. Terima kasih.

Kamis, 05 Maret 2009

Implementasi Nilai-Nilai Kepahlawan Masa Kini

Pada setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan yang sarat akan nilai sejarah. Ketika tanggal tersebut pada 63 tahun silam, para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan Belanda yang membonceng tentara sekutu di kota Surabaya. Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan senjata khas pejuang bangsa Indonesia saat itu, bambu runcing. Namun, para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita akan selalu mengingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat perjuangan rakyat lewat siaran-siaran melalui radio atau Ruslan Abdul Gani yang meninggal beberapa waktu lalu, adalah salah seorang pelaku sejarah waktu itu. 
 Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan, namun begitu terasa mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan! Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial belaka. Seolah-olah pahlawan rasanya tinggal menjadi kerangka sejarah yang segera dilupakan dan dibuang ke dalam selokan lahat yang gelap. Padahal ruh pahlawan harus senantiasa hidup sebagai pelecut kita untuk bangkit dari keterpurukan multidimensi saat ini. Dengan menghayati kepahlawanan para pejuang bangsa, kita dapat memperoleh nilai-nilai kepribadian berharga yang diperlukan bangsa kita saat ini. Nilai-nilai tersebut antara lain ialah pengorbanan, semangat untuk berprestasi, serta ketulusan dalam memberikan sesuatu dan sebagainya.
Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan Hari Pahlawan setiap 10 November. Akan tetapi, kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita saat ini dituntut untuk menjadi pahlawan. Dengan mengamalkan nilai-nilai kepahlawanan dalam setiap aktivitas yang kita lakukan , seharusnya kita bisa menjadi seorang pahlawan. Hal itu merupakan kewajiban bagi kita, agar apa yang diperjuangkan oleh pahlawan bangsa pada saat lalu tidak menjadi suatu hal yang sia-sia.
Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat menyejahterahkan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas saat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga. Mahasiswa yang selalu berjuang keras untuk memperoleh prestasi yang terbaik dalam bidang akademis maupun organisasi juga merupakan pahlawan.
Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, walaupun hari pahlawan hanya terjadi pada stiap tanggal 10 November, tetapi kita seharusnya bisa mengamalkan setiap nilai-nilai kepahlawanan setiap hari dalam aktivitas yang kita lakukan. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri. Berusaha untuk menjadi pribadi yang tangguh dan pantang menyerah dalam setiap amanah yang dibebankan kepada kita. Minimal itu! 
 

Penerapan Emphaty Based Medicine dalam Dunia Kedokteran Modern

Pada era kita sekarang, teknologi berkembang pesat, arus informasi yang mengalir tiada henti menghubungkan belahan bumi satu dengan belahan bumi lainnya, alat-alat canggih mampu meningkatkan produksi industri secara pesat, dan lain sebagainya. Itulah gambaran dunia kita saat ini, penuh dengan otomasi dan kepraktisan yang diakibatkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini akan berdampak ke berabagai sektor dalam kehidupan kita, termasuk bidang kedokteran.
 Saat ini, banyak diagnosa medis yang yang dapat diproses komputer dengan kecepatan dan ketepatan yang tak dapat didekati manusia. Sejumlah software dan program-program onlline mincul yang memungkinkan para pasien untuk menjawab serangkaian pertanyaan di layar-layar komputernya dan sampai pada tahap diagnose awal tanpa bantuan seorang dokter pun. Pelanggan pelayanan kesehatan mulai menggunakan alat-alat tersebut untuk mengetahui risiko dari penyakit-penyakit yang serius seperti gagal jantung dan kanker, lalu membuat putusan-putusan perawatan yang penting ketika mereka didiagnosa. Saat ini saja, menurut Laura Landro dalam Wall Street Journal, sekitar 100 juta orang di dunia mengakses internet untuk mencari informasi medis dan kesehatan dan mengunjungi lebih dari 23.000 situs-situs web kesehatan. Ketika pasien mendiagnosa sendiri dan menyumbat kolam informasi yang sama yang tersedia untukj para dokter, alat-alat ini sedang mentransformasi peran seorang dokter sebagai pnyedia solusi yang serba tahu dalam dunia kesehatan. Dan apabila ini terus berlanjut, di masa depan bukan hal yang mustahil apabila komputer ”mengambil alih” peran dokter secara keseluruhan.
 Bidang kedokteran merupakan bidang yang memiliki kecenderungan dominasi penggunaan otak kiri. Dimana daya analisa yang berurutan berperan sangat penting untuk membangun sebuah diagnosa suatu penyakit. Menurut Daniel H. Pink dalam bukunya yang berujudul A Whole New Mind, manusia memiliki dua konsep kecenderungan dalam berpikir dan beraktivitas yaitu L-Directed Thinking dan R-Directed Thinking. L-Directed Thinking merupakan bentuk pemikiran dan sebuah sikap hidup yang merupakan ciri khas belahan otak sebelah kiri yaitu berurutan, literal, fungional, tekstual, dan analitis. Pendekatan inilah yang dihargai begitu tingi oleh dunia profesional dan ditekankan pada pendidikan para pelajar kita saat ini. Pendekatan yang kedua adalah R-Directed Thinking. Ia merupakan bentuk pemikiran dan sebuah sikap hidup yang merupakan ciri khas bagi belahan otak kanan yaitu simultan, metaforis, estetis, kontekstual, dan sintesis. Pengguanaan R-Directed Thinking suatu saat akan menjadi lebih dominan dikarenakan penggunaan L-Directed Thinking akan tergusur oleh kemampuan yang dimiliki oleh komputer dan teknologi termutakhir.
 Walaupun peran dokter suatu saat sudah tidak dominan lagi, tetapi ada hal-hal yang tak dapat dilakukan oleh komputer dan tekonologi modern. Hal tersebut ialah kemampuan berempati dengan pasien yang merupakan salah satu kecerdasan dari tipe R-Directed Thinking. Empati adalah kemampuan untuk merasakan apa sepertinya yang akan terjadi jika menjadi orang lain. Empati dapat mengenali emosi-emosi, empati memungkinkan kita melihat sisi lain dari sebuah argumen, empati menyenangkan seseorang yang sedang terkena malah, dan empati menyediakan kerangka pendukung bagi moralitas kita. 
Keefektifan berkomunikasi didapatkan apabila sesorang yang komunikan dapat memahami maksud dari perkataan yang diucapkan oleh komunikator. Melalui empati, isyarat-isyarat non verbal yang sangat dominan dalam komunikasi akan mudah ditangkap dan dimengerti. Melalui empati ini, akan terjalin komunikasi yang baik antara dokter dan pasien yang akan menghasilkan keuntungan dalam proses penyembuhan, yaitu: Pertama, dengan berlaku empatik, seorang dokter bisa membina sambung rasa dengan pasien sehingga akan timbul keterbukaan antara pasien dan dokter. Kedua, dengan timbulnya keterbukaan antara pasien dan dokter, seorang pasiean akan lebih leluasa dan jujur untuk menyampaikan keluhannya. Ketiga, dengan merasakan apa yang pasien derita, seorang dokter akan termotivasi untuk berbuat secara maximal dalam melakukan pengobatan. Keempat, dengan adanya empati, komunikasi, dan keterbukaan, seorang pasien akan lebih termotivasi untuk terus hidup sehingga akan berdampak positif terhadap proses kesembuhan pasien. Kelima, dalam membangun suatu diagnosa, melalui empati seorang dokter bisa mengetahui pesan tersembunyi yang hanya ditafsirkan melalui pemahaman nonverbal.
 Dengan pengguanaan kecerdasan empati ini, diharapkan seorang dokter dapat menjalankan fungsinya dengan lebih optimal. Sehingga seorang dokter dapat memenuhi tugas-tugas mulia yang diharapkan masyarakat seperti yang terdapat dalam sumpah dokter Indonesia, yaitu: ”Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.”

Rekonstruksi Makna Ukhuwah Islamiyah Demi Terwujudnya Persatuan Umat

” Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk ” (Q.S. Ali Imran ayat 103).
Ayat di atas menjadi sangat relevan dengan kondisi kontemporer umat Islam, terutama di Indonesia saat ini. Perpecahan, sebagai masalah yang semestinya dicegah menurut ayat di atas, masih mewarnai sisi-sisi kehidupan umat, mulai dari skala kecil dan cabang (furu’) hingga yang skalanya besar dan pokok (ushul).
Selama ini, warna perbedaan yang bahkan ada yang menjurus kepada pertentangan di antara umat Islam pun masih kentara. Sebagai contoh Di Irak, beberapa kali kita menyaksikan aksi pengeboman terhadap sejumlah masjid yang dilakukan oleh umat Islam sendiri. Muslim Sunni merusak masjid Muslim Syi’ah, dan begitu juga sebaliknya. Hal yang sama juga kita saksikan di Pakistan dan Afghanistan. Dalam bidang fikih, sejarah Islam mengenal empat mahzab utama yaitu Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafi’i yang masing-masing memiliki pengikut dengan fanatisme tinggi. Di Indonesia, sudah menjadi konflik tahunan dalam penentuan awal waktu dan akhir bulan suci Ramadhan. Ada juga konflik yang dipicu oleh tindakan kekerasan FPI (Front Pembela Islam) dan AKKBP. Dalam kasus tersebut, FPI diprotes keras oleh berbagai ormas-ormas Islam di seluruh Indonesia. Bahkan berbagai ormas Islam (termasuk NU) menuntut pembubaran FPI.
Contoh-contoh seperti di atas menarik untuk dicermati karena menjelaskan bagaimana realitas sosial keberagaman dipahami atau disikapi. Sejarah sosial dan pemikiran Islam sendiri penuh kisah perbedaan sikap dan pemahaman pemeluknya yang kerapkali melahirkan konflik, bahkan peperangan. Perbedaan demikian sudah berlangsung tidak lama sesudah Nabi muhammad SAW wafat pada perempat pertama abad ke-7 Masehi. 
Maka dari itu, energi umat Islam sebagai penghuni mayoritas negeri ini dan penyumbang jumlah muslim terbesar sedunia, tersedot habis oleh banyaknya pertentangan internal. Jadilah posisi umat Islam lemah, baik secara ideologis, politis, dan sosial; kondisinya persis dengan yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw, “Seperti buih di lautan,” jumlahnya banyak tapi tak signifikan eksistensinya. Potensi membina kebangkitan dan peradaban pun menjadi pesimisme sebagian kalangan.
Oleh karena itu, revitalisasi makna al-ukhuwwah al-islamiyyah (persaudaraan Islam) semestinya menjadi agenda penting dalam kehidupan umat Islam. Dengan konsep hubungan ukhuwah itulah Rasulullah Saw. berhasil membina masyarakat yang madani, penuh dengan kebaikan dan keberkahan.

Urgensi dari ukhuwah Islamiyah

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” (Q.S. Al-Hujurat: 10).
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (Q.S. Ali-Imran: 105).
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Barangsiapa membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya” (Muttafaq ‘alaih dari Ibnu Umar Ra.).
Berdasarkan berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat urgensi persatuan di antara umat Islam adalah yang paling penting. Konsep ukhuwah yang dibangun atas dasar ikatan akidah ini telah membawa umat menjadi kekuatan yang disegani. Konsep ini dari awal bahkan sudah menghapuskan rasialisme (ashabiyyah), baik yang bersifat kesukuan, gender, maupun warna kulit. Sebagai contoh: Ketika Rasulullah saw dan para sahabat hijrah dari Makkah ke Madinah, salah satu yang pertama kali Rasulullah lakukan selain membangun masjid adalah mempertautkan tali persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Seorang sahabat Muhajirin Rasulullah saw, Abdurrahman bin Auf, yang dipersaudarakan oleh Rasulullah saw dengan Sa'ad bin Rabi dikenal sebagai seorang saudagar yang kaya raya. Hanya saja ketika berhijrah, semua harta dan barang-barang berharga miliknya dia tinggalkan. Melihat saudaranya yang tidak mempunyai apa-apa lagi, Sa'ad bin Rabi berkata kepada Abdurrahman bin Auf, "Saudaraku, aku adalah salah seorang penduduk Madinah yang kaya raya, kau boleh lihat harta bendaku , barang perniagaanku dan sawah ladangku. Kalau kau mau, kau boleh ambil setengahnya. Saudaraku, aku juga punya dua orang istri, lihatlah mereka dan kau boleh pilih, mana yang paling menarik hatimu. Sekarang juga akan kuceraikan dan kau bisa menikahinya.
Kisah diatas memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi umat Islam. Betapa ukhuwah yang telah terpatri dalam sanubari seorang Muslim akan mampu menghasilkan sebuah hal yang mungkin tidak akan dikira sebelumnya.

Makna Ukhuwah Islamiyah 

Menurut penulis, ada beberapa keutamaan dari ukhuwah yang terjalin antara sesama umat Islam. Pertama, ukhuwah menciptakan persatuan. Kisah heroik perjuangan para pahlawan bangsa negeri, bisa kita jadikan landasan betapa ukhuwah benar-benar mampu mempersatukan para pejuang pada waktu itu. Tak ada rasa sungkan untuk berjuang bersama. Tak terlihat lagi perbedaan suku, ras dan golongan. Yang ada hanyalah keinginan bersama untuk merdeka. Dan kemerdekaan hanya bisa dicapai dengan persatuan. Bukankah Imam Ali Ra. pernah berkata, ”Kebenaran yang tidak teroganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang teroganisir.” Dan satu dari sekian cara untuk dapat mengorganisir adalah dengan persatuan yang timbul dari rasa ukhuwah. 
Kedua, ukhuwah menciptakan kekuatan. Ketika Rasulullah Saw. dan para sahabat bersiap-siap menghadapi orang-orang musyrik dalam perang badar, timbul rasa gentar disebagian hati umat Islam, karena mendengar musuh yang akan dihadapi jumlahnya jauh diatas mereka. Namun Rasululllah Saw. berhasil menenangkan dan mententramkan mereka. Hasilnya, para sahabat yang tadinya gentar berubah menjadi tegar, hingga ukhuwah yang telah terjalin membuahkan sebuah kekuatan maha dahsyat. Akhirnya sejarah mencatat, peperangan pertama yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan umatnya itu berakhir dengan kemenangan di pihak kaum muslimin. Tentu juga tidak akan pernah terpikir oleh kita bagaimana sebuah bambu runcing para anak bangsa mampu mengalahkan kaum penjajah yang berkekuatan tank-tank baja dan peralatan perang modern lainnya.
Ketiga, ukhuwah menciptakan cinta dan kasih sayang. Apa yang melatar belakangi sahabat Anshar hingga dia merelakan setengah dari hartanya dan seorang istrinya. Sebuah kerelaan yang lahir dari rasa ukhuwah yang telah terpatri dengan baik. Dulunya belum kenal sama sekali, namun setelah dipersaudarakan semuanya dirasakan bersama. Inilah puncak tertinggi dari ukhuwah yang terjalin antara sesama umat.
Sekarang, disaat ukhuwah seakan menjadi barang langka di kalangan umat Islam, seharusnya menjadikan kita berpikir keras untuk kembali menengok ke belakang. Bahwa langka awal untuk mengembalikan kejayaan umat ini adalah dengan ukhuwah. Episode kehidupan Rasul dan generasi para sahabat yang sarat hikmah mutlak harus kita teladani demi terwujudnya suatu ukhuwah yang kuat dalam diri umat Islam sendiri. Wallahu’alam.

Sistem Kesehatan Nasional dan Kontroversi Medical City Cikarang

Masalah kesehatan sampai saat ini masih merupakan momok bagi negara kita Indonesia. Masih rendahnya angka Human Development Index (HDI), yang salah satu indikatornya adalah Angka Harapan Hidup (AHH), menggambarkan bahwa seharusnya masalah kesehatan mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah kita. Apa yang menyebabkan keparahan tersebut? Menurut saya, bobroknya managemen sistem kesehatan dari pemerintahlah yang merupakan masalah utama kesehatan di negri ini.
Seharusnya, dalam sistem kesehatan nasional, pemerintah berperan sebagai regulator dan pengawas. Jadi, pemerintah harus bisa mengatur distribusi tenaga kesehatan termasuk dokter dan dokter spesialis agar merata, mengelola pembiayaan kesehatan nasional, dan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Semua program kesehatan tidak bisa dilakukan hanya berdasar keinginan pengambil kebijakan, tetapi harus sesuai dengan rancangan dari sistem kesehatan nasional.
Akibat tidak adanya suatu sistem kesehatan nasional yang dikelola dengan baik, maka pembangunan kesehatan di berbagai daerah hanya sebatas janji dari para calon bupati atau walikota dalam pemilihan kepala daerah tanpa ada realisasi. Hal itu terjadi karena adanya otonomi daerah yang memberikan kekuasaan seluas-luasnya bagi masing-masing daerah untuk mengatur sistem kesehatanyya masing-masing. Indonesia kalah dengan beberapa negara di Asia yang telah memiliki sistem kesehatan nasional seperti Singapura, Malaysia dan Thailand..
Selain yang telah disebutkan di atas, saat ini masih terjadi ketidakadilan dalam bidang kesehatan masih terjadi antara yang kaya dan miskin. Masyarakat miskin gagal mendapat pelayanan kesehatan karena tidak punya dana atau jaminan kesehatan untuk mendapatkannya, tempat tinggal penduduk secara geografis jauh dari tempat layanan kesehatan, ketidaksamaan akses karena pengetahuan, budaya dan jender.
Masyarakat miskin atau menengah di kota-kota besar yang dekat dengan rumah sakit dan dokter atau tenaga kesehatan akan mendapat akses lebih baik untuk mendapat pelayanan kesehatan. Daerah dengan tingkat ekonomi masyarakat rendah dan kemampuan fiskal pemerintah daerah lemah cenderung kekurangan tenaga dokter spesialis.
Bahkan, sebagai buktinya, menurut hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan di 78 kabupaten di 17 provinsi di Indonesia tahun 2007, 30% dari 7.500 puskesmas di daerah terpencil tidak punya tenaga dokter. Sekitar 50 persen dari 364 puskesmas tidak punya dokter, 18 persen tanpa perawat, 12 persen tanpa bidan, 42 persen tanpa tenaga sanitarian, 64 persen tanpa tenaga gizi.

Medical City

Masih buruknya sistem managemen pemerintah di bidang kesehatan bertolak belakang dengan proyek yang dicanangkan pemerintah baru-baru ini. Pemerintah, yang akan bekerjasama dengan beberapa perusahaan besar, rencananya (sebetulnya proyek ini sudah memasuki tahap awal pembangunan) akan membangun suatu ”Medical City” yang merupakan kawasan pelayanan kesehatan terintegrasi pertama di Indonesia yang akan dibangun di Kota Jababeka, Cikarang. Proyek tersebut terbagi dalam enam tahapan dan ditargetkan rampung tahun 2015.Biaya yang dihabiskan dalam proyek ini tidak sedikit, yaitu mencapai angka 7 triliun rupiah!
Medical City bertujuan untuk menjadi "center of excellent" dalam bidang kesehatan, sehingga orang Indonesia tidak perlu lagi pergi ke luar negeri untuk berobat. Selain itu, di Indonesia belum ada pusat kesehatan yang terpadu dalam satu kawasan. Sebagai tambahan pula, nantinya di wilayah ini akan dibangun pusat riset di bidang kesehatan, biologi, maupun industri.
 Sebetulnya, konsep yang ditawarkan amat bagus karena menawarkan suatu fasilitas kesehatan dan yang akan memajukan tingkat kesehatan di Indonesia. Tetapi, seberapa sih urgensinya bila dibandingkan dengan perbaikan sistem kesehatan nasional? Non sense! Ketika Medical City sudah dapat dibangun kelak, tetapi tidak dibarengi dengan perbaikan sistem kesehatan nasional, masalah kesehatan di Indonesia tetap belum dapat terselesaikan. Tetap saja masyarakat yang tinggal di tempat yang letaknya jauh dari akses kesehatan tak bisa menikmati kecanggihan fasilitas tersebut. Tetap saja orang-orang yang miskin tak mampu menggunakan fasilitas tersebut. Bila hal tersebut terjadi, kesehatan di Indonesia keadaannya tetap akan tetap sama hancurnya seperti sekarang. 

Upaya Penyuluhan Masyarakat Usia Muda sebagai Penyelesaian Masalah Sampah di Indonesia

Pada era globalisasi ini, pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup telah menjadi tantangan yang berkembang seiring dengan jaman. Salah satu masalah utama dalam pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup adalah sampah, terutama di kota-kota besar. Akibat yang ditimbulkan sampah tidak hanya dapat kita rasakan secara langsung, seperti rusaknya nilai estetika, tetapi juga secara tidak langsung. 
Akan tetapi, problematika sampah merupakan hal yang seringkali kita anggap remeh dikarenakan kita tidak langsung terkena dampak negatif dari hal tersebut. Sementara itu tanpa kita sadari jumlah tersebut semakin bertambah setiap saat, padahal lahan yang tersedia untuk pembuangan sangat minim. Menurut data dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta, tiap orang diperkirakan menghasilkan sampah sebanyak satu sampai dua kilogram sehari. Jadi penduduk Indonesia yang diperkirakan berjumlah 206 juta orang, sampahnya dapat mencapai 420.000 ton per hari. Padahal kabarnya, pemerintah kita hanya bisa mengelola 20-30 persen dari total produksi sampah per hari. 
Volume sampah di daerah perkotaan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berdasarkan hasil survei Biro Pusat Statistik, pada tahun 1996/1997, Kota Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta menghasilkan sampah 25.404 meter kubik per hari. Sedangkan tahun 1998/1999 volume sampah per harinya mencapai 26.320 meter kubik, atau naik 3,6 persen. Kenaikan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai bagaimana pengelolaan sampah yang ideal. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Kekurangan dari sistem tersebut adalah mengenai biaya distribusi yang akan jadi sangat mahal. 
Kita pasti tahu, sampah bukan saja merusak pemandangan, tapi juga merusak kesehatan. Apalagi di musim hujan seperti sekarang ini. Sampah yang menumpuk di saluran air dan sungai akan menghambat arus air, hingga menyebabkan bencana banjir. Bau busuk dan banjir merupakan efek langsung sampah yang paling terasa sama kita. Disamping itu, tidak sedikit penyakit yang diakibatkan oleh sampah. Permasalahannya, sampah selalu disertai berbagai vektor pembawa penyakit dan bahan-bahan toksik. Di antaranya disentri, kolera, penyakit cacing dan leptospirosis. 
Hingga saat ini, upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan sampah masih minim. Pemerintah hanya menyediakan tempat-tempat sampah tanpa memberi pembinaan bagaimana cara membuang sampah yang benar berdasarkan pemilahannya. Padahal, apabila masyarakat tertib dalam membuang sampah sesuai pemilahannya, jumlah sampah dapat berkurang secara efisien. Sampah organik dapat dijadikan kompos, sedangkan sampah non organik dapat didaur ulang.
Pemerintah juga telah cukup sering mengadakan seminar untuk mengkaji masalah ini, namun program tersebut kurang efektif dikarenakan kurangnya sosialisasi langsung terhadap masyarakat. Penegakan disiplin yang kurang juga memicu masyarakat untuk cenderung membuang sampah sembarangan. Program pemerintah lain adalah mengadakan kompetisi antar wilayah, seperti Surabaya Green and Clean. Sayangnya, program seperti ini baru diadakan di Surabaya. Tidak semua wilayah dapat berpartisipasi di dalamnya dikarenakan program semacam ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Upaya pemerintah yang paling sering dilakukan ialah dengan menambah jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal, tidak ada artinya menambah jumlah TPA tanpa mereduksi sampah itu sendiri. Upaya ini hanya akan menimbulkan pencemaran baru dan menambah permasalahan yang timbul oleh sampah.
Salah satu pemecahan masalah yang dapat kita lakukan ialah menyadarkan masyarakat sedini mungkin. Akan tetapi, mengurangi sampah bukan urusan yang bisa selesai dalam waktu 1-2 tahun, karena yang kita lakukan adalah mengubah perilaku masyarakat. Apabila pemerintah mencanangkan pendidikan mengubah kebiasaan masyarakat tentunya butuh waktu yang sangat panjang, setidaknya memerlukan waktu satu generasi atau 30 tahun. Sekalipun demikian, ini adalah cara yang lebih efektif dibandingkan dengan hanya menimbun sampah di tempat pembuangan akhir. Usaha pengubahan perilaku akan efektif bila ditanamkan sejak dini, salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada para siswa Sekolah Dasar (SD) tentang cara membuang sampah dan memisahkan sampah basah dan sampah kering, sehingga mulai dari sejak dini mereka telah memiliki perilaku sebagai seorang warga yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.

THE ESSENCES OF LEADERSHIP

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya pemimpin. Di dalam kehidupan rumah tangga diperlukan adanya pemimpin atau kepala keluarga, begitu pula halnya di masjid sehingga shalat berjamaah bisa dilaksanakan dengan adanya orang yang bertindak sebagai imam, bahkan dalam kehidupan bernegara keberadaan presiden dan raja merupakan syarat mutlak bagi tegaknya kedaulatan suatu negara. Ini semua menunjukkan betapa penting kedudukan pemimpin dalam suatu masyarakat, baik dalam skala yang kecil apalagi skala yang besar. 
Di dalam agama Islam, pemimpin kadangkala disebut sebagai imam. Dalam shalat berjamaah, imam berarti orang yang didepan. Secara harfiyah, kata imam artinya menuju, menumpu dan meneladani. Ini berarti seorang imam atau pemimpin harus selalu didepan guna memberi keteladanan atau kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan. Bagitu pentingnya kedudukan pemimoin dalam Islam, maka siapa saja yang menjadi pemimpin tidak boleh dan jangan sampai menyalahgunakan kepemimpinannya untuk hal-hal yang tidak benar. Karena itu, para pemimpin dan orang-orang yang dipimpin harus memahami hakikat kepemimpinan dalam pandangan Islam.
Ketika seseorang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga atau institusi, maka ia sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar sebagai seorang pemimpin yang harus mampu mempertanggungjawabkannya. Bukan hanya dihadapan manusia tapi juga dihadapan Allah Swt. Oleh karena itu, jabatan dalam semua level atau tingkatan bukanlah suatu keistimewaan sehingga seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh merasa menjadi manusia yang istimewa sehingga ia merasa harus diistimewakan dan ia sangat marah bila orang lain tidak mengistimewakan dirinya. 
Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan, tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan pengorbanan, apalagi ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit dan sangat sulit. 
Para pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar untuk menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan yang menghantui masyarakat yang dipimpinnya untuk Selanjutnya mengarahkan kehidupan masyarakat untuk bisa menjalani kehidupan yang baik dan benar serta mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Untuk itu, para pemimpin dituntut bekerja keras dengan penuh kesungguhan dan optimisme. 
Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena itu menjadi pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda: Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR. Abu Na’im)
Dalam segala bentuk kebaikan, seorang pemimpin seharusnya menjadi teladan dan pelopor, bukan malah menjadi pengekor yang tidak memiliki sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin menyerukan kejujuran kepada rakyat yang dipimpinnya, maka ia telah menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam soal materi, maka ia tunjukkan kesederhanaan bukan malah kemewahan. Masyarakat sangat menuntut adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor dan teladan dalam kebaikan dan kebenaran. 
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyadari betapa penting kedudukan pemimpin bagi suatu masyarakat, karenanya jangan sampai kita salah memilih pemimpin, baik dalam tingkatan yang paling rendah seperti kepala rumah tanggai, ketua RT, pengurus masjid, lurah dan camat apalagi sampai tingkat tinggi seperti anggota parlemen, bupati atau walikota, gubernur, menteri dan presiden. Karena itu, orang-orang yang sudah terbukti tidak mampu memimpin, menyalahgunakan kepemimpinan untuk misi yang tidak benar dan orang-orang yang kita ragukan untuk bisa memimpin dengan baik dan kearah kebaikan, tidak layak untuk kita percayakan menjadi pemimpin.