Kamis, 05 Maret 2009

Upaya Penyuluhan Masyarakat Usia Muda sebagai Penyelesaian Masalah Sampah di Indonesia

Pada era globalisasi ini, pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup telah menjadi tantangan yang berkembang seiring dengan jaman. Salah satu masalah utama dalam pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup adalah sampah, terutama di kota-kota besar. Akibat yang ditimbulkan sampah tidak hanya dapat kita rasakan secara langsung, seperti rusaknya nilai estetika, tetapi juga secara tidak langsung. 
Akan tetapi, problematika sampah merupakan hal yang seringkali kita anggap remeh dikarenakan kita tidak langsung terkena dampak negatif dari hal tersebut. Sementara itu tanpa kita sadari jumlah tersebut semakin bertambah setiap saat, padahal lahan yang tersedia untuk pembuangan sangat minim. Menurut data dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta, tiap orang diperkirakan menghasilkan sampah sebanyak satu sampai dua kilogram sehari. Jadi penduduk Indonesia yang diperkirakan berjumlah 206 juta orang, sampahnya dapat mencapai 420.000 ton per hari. Padahal kabarnya, pemerintah kita hanya bisa mengelola 20-30 persen dari total produksi sampah per hari. 
Volume sampah di daerah perkotaan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berdasarkan hasil survei Biro Pusat Statistik, pada tahun 1996/1997, Kota Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta menghasilkan sampah 25.404 meter kubik per hari. Sedangkan tahun 1998/1999 volume sampah per harinya mencapai 26.320 meter kubik, atau naik 3,6 persen. Kenaikan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai bagaimana pengelolaan sampah yang ideal. Selama ini pengleolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Misalnya saja, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Kekurangan dari sistem tersebut adalah mengenai biaya distribusi yang akan jadi sangat mahal. 
Kita pasti tahu, sampah bukan saja merusak pemandangan, tapi juga merusak kesehatan. Apalagi di musim hujan seperti sekarang ini. Sampah yang menumpuk di saluran air dan sungai akan menghambat arus air, hingga menyebabkan bencana banjir. Bau busuk dan banjir merupakan efek langsung sampah yang paling terasa sama kita. Disamping itu, tidak sedikit penyakit yang diakibatkan oleh sampah. Permasalahannya, sampah selalu disertai berbagai vektor pembawa penyakit dan bahan-bahan toksik. Di antaranya disentri, kolera, penyakit cacing dan leptospirosis. 
Hingga saat ini, upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan sampah masih minim. Pemerintah hanya menyediakan tempat-tempat sampah tanpa memberi pembinaan bagaimana cara membuang sampah yang benar berdasarkan pemilahannya. Padahal, apabila masyarakat tertib dalam membuang sampah sesuai pemilahannya, jumlah sampah dapat berkurang secara efisien. Sampah organik dapat dijadikan kompos, sedangkan sampah non organik dapat didaur ulang.
Pemerintah juga telah cukup sering mengadakan seminar untuk mengkaji masalah ini, namun program tersebut kurang efektif dikarenakan kurangnya sosialisasi langsung terhadap masyarakat. Penegakan disiplin yang kurang juga memicu masyarakat untuk cenderung membuang sampah sembarangan. Program pemerintah lain adalah mengadakan kompetisi antar wilayah, seperti Surabaya Green and Clean. Sayangnya, program seperti ini baru diadakan di Surabaya. Tidak semua wilayah dapat berpartisipasi di dalamnya dikarenakan program semacam ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Upaya pemerintah yang paling sering dilakukan ialah dengan menambah jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Padahal, tidak ada artinya menambah jumlah TPA tanpa mereduksi sampah itu sendiri. Upaya ini hanya akan menimbulkan pencemaran baru dan menambah permasalahan yang timbul oleh sampah.
Salah satu pemecahan masalah yang dapat kita lakukan ialah menyadarkan masyarakat sedini mungkin. Akan tetapi, mengurangi sampah bukan urusan yang bisa selesai dalam waktu 1-2 tahun, karena yang kita lakukan adalah mengubah perilaku masyarakat. Apabila pemerintah mencanangkan pendidikan mengubah kebiasaan masyarakat tentunya butuh waktu yang sangat panjang, setidaknya memerlukan waktu satu generasi atau 30 tahun. Sekalipun demikian, ini adalah cara yang lebih efektif dibandingkan dengan hanya menimbun sampah di tempat pembuangan akhir. Usaha pengubahan perilaku akan efektif bila ditanamkan sejak dini, salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada para siswa Sekolah Dasar (SD) tentang cara membuang sampah dan memisahkan sampah basah dan sampah kering, sehingga mulai dari sejak dini mereka telah memiliki perilaku sebagai seorang warga yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar